Kerajaan-kerajaan di Jawa memiliki konsep Catur Gatra Tunggal membangun
pemerintahannya. Salah satunya adalah Kraton Yogyakarta yang juga menggunakan
konsep ini. Catur Gatra Tunggal atau disebut juga Catur Sagotra adalah cerminan
pemerintahan yang juga memperhatikan unsur sosial, ekonomi, religi, dan budaya
sebagai unsur-unsur yang saling mempengaruhi satu sama lain. Catur Gatra
Tunggal berarti empat elemen yang menjadi satu kesatuan atau empat wahana ruang
dalam kebersamaan tunggal (Wibowo, 2012*). Dalam budaya jawa, hal ini begitu
sangat diperhatikan.
Komponen pertama adalah Kraton sebagai pusat pemerintahan, dimana
menjadi tempat tinggal raja dan pusat kekuasaan raja dalam menjalankan fungsi
pemerintahan. Kedua, Alun-alun sebagai pusat kegiatan masyarakat, membuat raja
langsung dapat berinteraksi dengan rakyat. Ketiga, Masjid sebagai pusat
peribadatan melambangkan unsur religi yang melekat kuat pada pemerintahan
kraton. Keempat, pusat perekonomian masyarakat yaitu Pasar.
Konsep Catur Gatra Tunggal ini dapat ditemukan di berbagai kerajaan
islam di jawa. Di Kraton Yogyakarta juga demikian, ada alun-alun utara yang
dikelilingi bangunan kraton, masjid agung kraton (masjid gedhe kauman), dan
pasar beringharjo.
Wibowo (2012) mengatakan “Hubungan raja dengan rakyatnya sangat
harmonis. Raja berkhidmad di kraton, dan rakyatnya memuliakan raja di
alun-alun. Kemudian raja membangun pasar sebagai fasilitas untuk
mensejahterakan rakyatnya lewat aktifitas tata niaga perdagangan. Hal itu
merupakan indikasi pencerminan hubungan kesadaran mikro kosmos. Kemudian raja
membangun masjid, dengan maksud raja bersama rakyatnya beribadah hanya kepada
Allah SWT pencipta semesta alam, hal itu mencerminkan hubungan kesadaran makro
kosmos.”
Dalam budaya Jawa, segala hal memang penuh dengan kebijaksanaan dan
sarat akan makna yang dalam. Catur Gatra Tunggal tidak ditemukan di luar
Indonesia dan menjadi sebuah nilai kearifan lokal.
sumber gambar
http://kabarjogja.com/wp-content/uploads/2012/07/Kraton-Yogyakarta.jpg
0 comments:
Post a Comment